Thursday 22 November 2018

Sajak Kopi Hitam : "Pekat yang terbuang"

Senjaku berubah menjadi angan 
yang kurang berkenan jika dibuang. 
Ketidakpastian waktu merubah segala hal yang bentuknya pahit 
menjadi pekat tak berbelit. 
Sesuatu yang dianggap rapuh menjadi kuat sekaligus mampu mengundang gairah. 

Secerca khawatir tidak mau mampir kepada jiwa yang kusebut menyindir.
Risalahku berkembang menerawang awan hitam, pekatku bergelombang melewati batas kotak dan lingkaran dalam bayangan. Ketika datang perbedaan sudut pandang, diskusi menjelma dalam sekejab menjadi uraian yang tak berkesudahan. 


Meraba lebih banyak kalimat dan kata-kata, 
mencari acuan penuh makna. 
Terikat pada hitam yang ternyata pahit namun menghayutkan, 
itu lebih baik dari pada hilang arah dalam kesendirian. 
Mencela hitam sama saja mencela kegelapan, 
sementara rindu datang tak sekedar menyapa 
bahkan mampu mengubah malam seakan terang benderang.

Bangunlah wahai jiwa-jiwa yang gundah, 
lukamu masih terbujur kaku dan semakin parah, 
jangan biarkan ia terus membengkak tak terobati, 
lalaikanlah ia dalam sayup-sayup yang kau temani dalam sunyi. 

Aku merebah dalam wajah yang kuyakini tanpa marah, 
emosiku biasa, sadarku tak menyela. 

Kau jangan ganggu jiwa itu. 

Jiwa yang tak kau peduli bagaimana nasibnya, 
terombang-ambing namun tetap tenang.

Kau jangan kalah dengan senyumnya yang pekat, 
karena disanalah engkau akan menaruh hati yang sepenuhnya akan melekat. 


















No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar

tantangan dan harapan